Masa Depan Anak-anak di Kawasan Lokalisasi Terancam

Tinggal di kawasan lokalisasi ternyata meninggalkan trauma tersendiri bagi Daniel Lukas Rorong. Bagaimana tidak, aktivis berusia 27 tahun itu lahir dan dibesarkan di tengah kawasan lokalisasi Kremil, Surabaya yang memang berbaur dengan pemukiman penduduk. 

Kremil merupakan salah satu lokalisasi di Surabaya yang mayoritas dihuni para PSK yang sudah berusia lanjut. Biasanya, para PSK itu berasal dari gang Dolly atau lokalisasi lain, yang karena faktor usia sehingga ‘tidak laku’ lagi dan pindah ke Kremil. Akibatnya, PSK di Kremil terkesan lebih agresif dibanding PSK di lokalisasi lain. Anehnya, memasuki tahun 2000, jumlah mereka mulai berkurang, bahkan tidak sedikit pula bekas wisma yang kini berubah menjadi rumahtangga biasa. 

Salah satu bukti keagresifan PSK itu terlihat dari keberanian para PSK menggoda setiap pria yang lewat tanpa memandang usia. “Bahkan anak-anak yang masih duduk di bangku SD juga pernah mereka goda, termasuk saya. Kebetulan ada seorang teman yang nekat melayani godaan si PSK. Akibatnya, meski masih SD, tapi dia sudah pernah melakukan hubungan badan layaknya orang dewasa. Para PSK itu cuek saja, mereka tidak peduli dengan masa depan si anak, yang penting mereka dapat uang,” kisah Daniel saat menjadi narasumber Potret Kita di radio JJFM, Selasa (20/11).

Bahkan, menurutnya, banyak juga anak-anak yang sengaja melubangi dinding rumahnya agar dapat mengintip aktivitas si PSK. Lalu bagaimana dengan peran orangtua serta aparat setempat ? “Keliatannya para orangtua terkesan tidak peduli dengan pergaulan dan pendidikan si anak. Mereka banyak berasal dari kalangan menengah ke bawah dan sebagian besar waktunya habis untuk bekerja,” kata aktivis yang juga jurnalis ini. Begitu juga dengan aparat setempat. “Selama ini belum ada petugas RT atau RW yang mensosialisasikan ke warga tentang dampak seks bebas bagi anak dan masyarakat. Mereka justru menarik iuran ke PSK dan mucikari. Mereka seakan tidak peduli dengan nasib warganya, yang penting setoran lancar,” tambahnya. 

Keadaan inilah yang akhirnya menggugah Daniel untuk bangkit. Sejak setahun lalu, dia bersama aktivis yang lain gencar mensosialisasikan bahaya AIDS kepada masyarakat sekitar. Ke depan, Daniel akan menyuarakan tuntutan kepada pemerintah agar merelokasi lokalisasi Kremil, karena berdampak buruk terhadap masa depan anak-anak yang tinggal di kawasan tersebut. “Seharusnya pemerintah merelokasi semua lokalisasi di Surabaya ke satu tempat yang jauh dari pemukiman penduduk,” saran Daniel. 

Hal ini diungkapkan sekaligus menanggapi rencana pemerintah yang akan merelokasi lokalisasi Dolly. Daniel bahkan menolak jika ada masyarakat yang menuntut penutupan lokalisasi, karena dampaknya akan semakin mengkhawatirkan. “Nah, kalau ditutup, bagaimana nasib para PSK. Apakah pemerintah sudah menyiapkan lapangan pekerjaan baru. Jangan-jangan nanti mereka kembali berkeliaran dijalan atau mendirikan lokalisasi liar. Kalau sudah begitu, penyebaran HIV/AIDS akan sulit dideteksi,” tegas Daniel. (noe)